Tajikistan Larang Pakai Hijab, Usai Gusur 2 Ribu Masjid Jadi Cafe
June 26, 2024Majalahbet, Jakarta – Tajikistan yang resmi mengesahkan ruu (rancangan undang-undang) baru yang melarang pengunaan hijab umut muslim di negaranya. Tajikistan sendiri memang telah melarang penggunaan hijab sebelumnya. Dari sekolah dan tempat kerja, tapi larangan tersebut pun kini meluas dan tempat publik juga telah diberlakukan larang tersebut.
Padahal Tajikistan sendiri mayoritasnya merupakan agama Islam, yang tercatat sebanyak 96 persen dari total sekitar 10,3 juta warganya.
Larangan penggunaan hijab merupakan aturan anti-Muslim terbaru yang selama ini telah diterapkan pemerintahan sekuler Presiden Emomali Rahmon.
Presiden Rahmon yang hampir tiga dekade berkuasa, memang tingin menjadikan Tajikistan negara sekuler dan akan memisahkan nilai-nilai religius, terutama nilai Islam, dari kehidupan sosial dan politik dinegara tersebut.
Presiden Rahmon diduga ingin membuat versi Islam monolitik dengan praktik agama yang dapat dikontrol oleh negara.
Tajikistan sendiri bahkan pernah dilaporkan menutup paksa hampir 2 ribu masjid di negara mayoritas penduduk Muslim itu pada tahun 2017. Tajikistan telah menutup setidaknya 1.938 masjid, Selama setahun dan menggantinya dengan kafe, bioskop, kedai teh, hingga pusat medis seperti klinik dan rumah sakit.
Toko Game Online Terpecaya
Laporan PBB Menemukan Kejanggalan Otoritas Tajikistan
Dari laporan Media Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Refworld. Pemerintah Tajikistan mengklaim penutupan ribuan masjid ini dilakukan pun atas permintaan warga setempat.
Namun, sejumlah pihak oposisi menilai penutupan ribuan masjid ini. Dilakukan karena pemerintah menilai masjid-masjid itu “tidak sesuai” dengan pandangan negara.
Aktivis HAM Faizinisso Vokhidova mencatat pemerintah mengklaim masjid-masjid itu dibangun secara ilegal.
Namun menurutnya, klaim itu tidak sepenuhnya dapat dipercaya. Vokhidova juga menemukan kejanggalan lain.
Seperti banyak masjid-masjid yang digusur itu menolak melayangkan keluhan atau protes ke pemerintah.
Bahkan diketahui mereka menolak tawaran sejumlah kelompok HAM dan advokat yang menawarkan bantuan hukum untuk membawa kasus penutupan paksa ini ke pengadilan.
“Mereka takut melakukan hal tersebut,” ucap Vokhidova seperti dikutip dari laporan UNHCR Refworld pada Maret 2018 lalu.
Sebagai contoh, pejabat mengklaim penutupan masjid-masjid di wilayah Sogf utara, Isfara, dan distrik Bobojon-Gofurov dikarenakan permintaan warga setempat.
Masjid Besar dan Megah di Pusat Kota Tajikistan
Dari kedua kasus itu, pejabat terkait juga tidak dapat menjelaskan kepada Forum 18 Refworld. Alasan mereka hanya mengizinkan sejumlah masjid berdirih dengan kapasitas jauh di bawah jumlah jemaah di sekitarnya.
Mirisnya lagi di saat bersamaan, Tajikistan juga membangun Masjid Pusat di Ibu Kota Dushanbe.
Masjid itu juga menjadi yang terbesar di Asia Tengah yang mampu menampung hingga 120 ribu jemaah sekaligus.
Dilaporkan The Diplomat, Masjid ini dibuka pada 2019 setelah dibangun delapan tahun dengan bujet hingga 100 juta dolar Amerika Serikat. Sebagian besar biaya konstruksi kabarnya dibantu oleh Qatar.
Masjid-masjid pusat besar yang dibangun pemerintah dikelola oleh pengurus dan imam yang ditunjuk dan digaji oleh negara. Pemerintah juga disebut mendiktekan atau menyetujui isi khotbah dan ceramah di masjid-masjid, yang sering kali menyertakan puji-pujian eksplisit terhadap rezim Rahmon.
“Pesan yang ingin disampaikan jelas: Satu-satunya bentuk Islam yang dapat diterima adalah Islam yang resmi.
Sangat tersentralisasi, dan nasionalistis,” bunyi kolom opini Wakil Presiden Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (USCIRF), Tony Perkins yang dirilis di The Diplomat pada Juni 2021 lalu.
Baca Juga : Xi Jinping Revolusi Militer China, Untuk Saingi Militer Amerika
Tips Dan Trick Cara Cuan Dengan Cepat Dengan Menggunakan E-Wallet DANA